Fiqh Prioritas
PRIORITAS DALAM PERKARA YANG DILARANG
PADA bab terdahulu kami telah membahas mengenai perbedaan
tingkat dalam perkara-perkara yang diperintahkan, dari
perkara yang mustahab hingga perkara yang wajib, fardu
kifayah, fardu ain, dan tingkatan fardu 'ain. Pada bab ini
kami juga hendak menguraikan perbedaan tingkat pada
perkara-perkara yang dilarang, karena sesungguhnya
perkara-perkara yang dilarang tidak berada pada tingkat yang
sama. Ia juga memiliki berbagai tingkat yang sangat berbeda.
Yang paling tinggi ialah kufur kepada Allah SWT dan yang
paling rendah ialah perkara yang makruh tanzihi, atau yang
dikatakan dengan khilaf al-awla (bila kita meninggalkannya,
maka hal ini adalah lebih baik).
Kekufuran terhadap Allah SWT juga bertingkat-tingkat dan
berbeda antara satu dengan yang lainnya.
KUFUR ATHEIS
Yang dimaksudkan dengan kufur atheis ialah yang pelakunya
tidak percaya bahwa alam semesta ini mempunyai Tuhan, yang
mempunyai malaikat, kitab-kitab suci, rasul yang memberi
kabar gembira dan peringatan, serta tidak percaya kepada
adanya akhirat di mana manusia akan diberi balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan di dunia ini, baik berupa
kebaikan maupun keburukan, Mereka tidak mengakui ketuhanan,
kenabian, kerasulan, dan pahala di akhirat kelak, Bahkan
mereka adalah sebagaimana pendahulu mereka yang dikatakan di
dalam al-Qur'an:
"Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): 'Hidup hanyalah
kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak
akan dibangkitkan.'" (al-An'am: 29)
Atau sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian orang
atheis: "Hidup ini hanyalah lahir dari rahim kemudian
ditelan oleh tanah, dan tidak ada apa-apa lagi selepas itu."
Inilah bentuk kekufuran orang-orang materialis pada setiap
zaman. Dan itulah yang menjadi dasar pemikiran orang-orang
komunis yang telah tercabut akar-akarnya dan yang menetapkan
dalam undang-undang dasar negara mereka: "Tuhan tidak ada,
dan hidup ini hanya materi saja."
Agama menurut pandangan mereka hanyalah sesuatu yang
diada-adakan, dan ketuhanan adalah omong kosong belaka. Dan
oleh karena itu ada ucapan tokoh filosof materialisme yang
ingkar terhadap Tuhan, dan sangat terkenal di kalangan
mereka: "Tidaklah benar bahwa sesungguhnya Allah menciptakan
manusia. Yang benar ialah bahwa sesungguhnya manusialah yang
menciptakan Allah."
Ucapan ini merupakan kesesatan yang sangat jauh, yang tidak
dapat diterima oleh logika akal sehat, logika fitrah, logika
ilmu pengetahuan, logika alam semesta, logika sejarah, dan
juga logika wahyu yang didasarkan pada bukti-bukti yang
sangat pasti mengenai keberadaan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"... Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan
hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh jauhnya." (an-Nisa': 136)
Inilah tingkat kekufuran yang paling tinggi.
KUFUR SYIRIK
Di bawah tingkat kekufuran di atas ialah kufur syirik,
seperti kemusyrikan yang dilakukan oleh orang Arab pada
zaman Jahiliyah. Dahulu mereka percaya tentang adanya Tuhan,
yang menciptakan langit, bumi, dan manusia, serta yang
memberikan rizki, kehidupan, dan kematian kepada mereka.
Akan tetapi, di samping adanya pernyataan tentang adanya
Tuhan itu -yang disebut dengan tauhid rububiyyah, mereka
juga mempersekutukan Allah- yang disebut dengan tauhid
ilahiyyah, dengan menyembah tuhan-tuhan yang lain, baik yang
berada di bumi maupun yang berada di langit. Allah SWT
berfirman:
"Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: 'Siapakah
yang menciplakan langit dan bumi?,' niscaya mereka akan
menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui." (az-Zukhruf: 9)
"Dan sesungguhrrya jika kamu tanyakan kepada mereka.
'Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan
matahari dan bulan? n Tentu mereka akan menjawab:
'Allah.'...'" (al-Ankabut: 61)
"Katakanlah: 'Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari
langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?' Maka
mereka akan menjawab: 'Allah.' Maka katakanlah: 'Mengapa
kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya).'" (Yunus: 31)
Mereka percaya kepada adanya Pencipta, Pemberi Rizki, dan
Pengatur alam semesta. Akan tetapi mereka masih menyembah
tuhan-tuhan yang lain berupa pohon, batu, barang tambang,
dan lain-lain, dengan mengatakan:
"... Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya ..."
(az-Zumar: 3)
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak
dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak
(pula) manfaat, dan mereka berkata, 'Mereka itu adalah
pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.'" ... (Yunus: 18)
Bentuk kemusyrikan seperti ini bermacam-macam. Ada
kemusyrikan Arab penyembah berhala; kemusyrikan Majusi
Persia yang mengatakan ada dua macam tuhan, yaitu tuhan baik
atau tuhan cahaya, dan tuhan buruk atau tuhan gelap;
kemusyrikan Hindu dan Budha, dan para penyembah berhala
lainnya yang masih mewarnai pikiran ratusan juta orang di
Asia dan Afrika; yang merupakan jenis kekufuran yang paling
banyak pengikutnya.
Kemusyrikan itu ialah tempat tumbuhnya berbagai bentuk
khurafat, dan bersemayam pelbagai kebathilan, yang sekaligus
merupakan kejatuhan martabat manusia. Di mana manusia
menyembah benda yang dia ciptakan sendiri, benda yang tidak
dapat berkhidmat kepada dirinya, yang akhirnya manusia itu
sendiri yang berkhidmat kepada benda ciptaannya, dan bahkan
menjadi hambanya, tunduk dan taat kepadanya. Allah SWT
berfirman:
"... Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka
adalah ia seolah-olah jatuh dari langit dan disambar oleh
burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh."
(al-Hajj: 31)
KEKUFURAN AHLI KITAB
Di bawah kekufuran di atas adalah kekufuran ahli kitab dari
kalangan Yahudi dan Nasrani. Kekufuran mereka ialah karena
mereka mendustakan kerasulan Muhammad saw, yang diutus oleh
Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya yang terakhir, dan
diberi kitab suci yang abadi, yang dalam satu segi
membenarkan Taurat dan Injil, dan dari segi yang lain
melakukan perbaikan ajaran yang terdapat pada kedua kitab
suci tersebut. Sehubungan dengan hal ini, Allah SWT
berfirman:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu
kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu ..." (al-Ma'idah: 48)
Di antara ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw ialah
membenarkan konsep ketuhanan, karena banyak sekali
penyelewengan yang telah mereka lakukan terhadap ajaran
kitab suci dan keyakinan mereka. Sehingga penyelewengan itu
membuat keruh ajaran yang tadinya jernih, dan mengeluarkan
mereka dari kemurnian tauhid yang dibawa oleh Ibrahim, bapak
para nabi. Kitab taurat mereka beri muatan makna inkarnasi
dan penyerupaan Allah dengan seseorang dari mereka, sehingga
Allah dianggap sebagai salah seorang dari kalangan manusia,
yang mempunyai rasa takut, iri hati, cemburu, dan juga
bertengkar dengan manusia dan dikalahkan olehnya,
sebagaimana yang dilakukan oleh orang Israil ... Begitulah
penyelewengan itu mereka lakukan terhadap lembaran kitab
Taurat.
Hal yang serupa juga dilakukan terhadap aqidah Nasrani yaitu
dengan masuknya konsep Trinitas, pengaruh keyakinan Roma
kepada agama ini, setelah masuknya raja Konstantinopel
Imperium Romawi ke dalam agama Nasrani. Kasus ini justru
menguntungkan negaranya, dan merugikan agamanya, sehingga
sebagian ulama kita mengatakan: "Sesungguhnya Roma tidak
diwarnai oleh Nasrani, tetapi justru Nasrani yang diwarnai
oleh Roma."
Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani meski digolongkan
kepada orang-orang kafir -karena mereka mendustakan ajaran
Islam, dan kenabian Muhammad saw- mereka menempati kedudukan
khusus dalam tingkat kekufuran ini, sehingga mereka
dikatakan sebagai "Ahli Kitab Samawi." Mereka beriman kepada
sejumlah tuhan, rasul yang diutus dari langit, dan juga
percaya kepada balasan di akhirat kelak. Atas dasar itu,
mereka adalah orang yang paling dekat dengan kaum Muslimin
daripada yang lain. Al-Qur'an membolehkan kaum Muslimin
untuk memakan makanan mereka dan melakukan pernikahan dengan
mereka:
"... Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab
itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula bagi mereka).
Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi al-Kitab sebelum kamu..." (al-Ma'idah: 5)
Surat yang sama pula, yakni surat al-Ma'idah, berbicara
tentang kekufuran orang-orang Nasrani karena mereka
mengatakan:
"... sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam ..."
(Surat al-Ma'idah, 72)
"... bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga ..."
(Surat al-Ma'idah, 73)
Oleh karena itu, tidak benar orang yang mengatakan:
"Sesungguhnya orang-orang Nasrani pada hari ini berbeda
dengan orang-orang Nasrani ketika al-Qur'an diturunkan."
Karena kita semua telah tahu bahwa ajaran agama Nasrani
telah terkristalisasi dan dikenal pasti batas-batas
keyakinannya sejak adanya 'Seminar Nicea' yang sangat
terkenal pada tahun 325 M.
Pada era Makkah, para sahabapun mengetahui kedekatan para
ahli kitab -khususnya orang-orang Nasrani- kepada
orang-orang Roma. Para ahli kitab ini begitu sedih dengan
kekalahan orang-orang Nasrani dari Bizantium terhadap
orang-orang Persia, yang Majusi. Dan pada masa yang sama,
para penyembah berhala dari kaum musyrik Makkah sangat
bergembira dengan kemenangan yang diraih oleh orang Persia.
Kedua golongan ini diketahui kepada siapa mereka lebih dekat
dan kepada siapa mereka lebih jauh. Kekalahan orang-orang
Roma ini disebutkan dalam awal surat ar-Rum sebagai berikut:
"Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri
yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang,
dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan
sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena
pertolongan Allah ..." (ar-Rum: 1-5)
Begitulah kaidah penting yang diletakkan di depan kita,
untuk memberikan pertimbangan dan pengambilan keputusan
dalam bergaul dengan orang-orang non-Islam. Secara umum,
ahli kitab, adalah lebih dekat kepada kaum Muslimin daripada
pengikut faham atheis dan paganisme, selama tidak ada faktor
yang menjadikan ahli kitab sebagai musuh yang paling keras
dan paling dengki dengan kaum Muslimin; sebagaimana
peristiwa yang sedang terjadi di Serbia dan apa yang
dilakukan oleh orang Yahudi.
Ditegaskan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada yang
dapat menjaga kedamaian dengan kaum Muslimin, sehingga
mereka dapat kita perlakukan secara damai. Dan ada pula di
antara mereka yang suka menyerang dan memerangi kaum
Muslimin, sehingga kita harus memerangi mereka sebagaimana
mereka telah memerangi kita. Ada pula di antara mereka yang
hanya sekadar kafir saja, ada yang kafir dan zalim, ada yang
kafir dan menghalangi jalannya agama Allah. Semua bentuk
kekufuran ini ada hukumnya masingmasing. Allah SWT
berfirman:
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena
agama dan (tidak pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (al-Mumtahanah:
8-9)
Tepatnya, sesungguhnya orang-orang ahli dzimmah mempunyai
hak untuk bertempat tinggal karena mereka termasuk penduduk
"Dar al-Islam." Kita mempunyai hak dan kewajiban atas
mereka, dan sebaliknya mereka juga memiliki hak dan
kewajiban atas kita, kecuali perbedaan-perbedaan dalam
ajaran agama. Mereka tidak diwajibkan untuk melepaskan
identitas agama mereka, dan begitu pula kaum Muslimin.
KEKUFURAN ORANG MURTAD
Para ulama sepakat bahwa bentuk kekufuran yang paling buruk
ialah kemurtadan (ar-riddah); yaitu keluarnya seseorang dari
Islam setelah dia mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.
Kufur setelah Islam adalah lebih buruk daripada kufur yang
asli. Musuh-musuh Islam akan tetap berusaha dengan sekuat
tenaga untuk mengembalikan kekufuran kepada para pemeluk
Islam. Allah SWT berfirman:
"... Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai
mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada
kekafiran), seandainya mereka sanggup..." (al-Baqarah: 217)
Kemudian Allah menjelaskan balasan orang yang mengikuti
musuh yang menyesatkan dari ajaran agama itu dengan
firman-Nya:
" ... Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya,
lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang
sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (al-Baqarah:
217)
Kemurtadan dianggap sebagai pengkhianatan kepada Islam dan
umat Islam, karena di dalamnya terkandung desersi, pemihakan
dari satu umat kepada umat yang lain. Ia serupa dengan
pengkhianatan terhadap negara, karena dia menggantikan
kesetiaannya kepada negara lain, kaum yang lain. Sehingga
dia memberikan cinta dan kesetiaannya kepada mereka, dan
mengganti negara dan kaumnya.
Kemurtadan bukan sekadar terjadinya perubahan pemikiran,
tetapi perubahan pemberian kesetiaan dan perlindungan, serta
keanggotaan masyarakatnya kepada masyarakat yang lain yang
bertentangan dan bermusuhan dengannya.
Oleh karena itulah, Islam menerapkan sikap yang sangat tegas
dalam menghadapi kemurtadan, khususnya bila para pelakunya
menyatakan kemurtadan diri mereka, dan menjadi penganjur
kepada orang lain untuk melakukan kemurtadan. Karena
sesungguhnya mereka merupakan bahaya yang sangat serius
terhadap identitas masyarakat, dan menghancurkan dasar-dasar
aqidahnya. Oleh sebab itu, ulama dari kalangan tabiin
menganggap penganjur kemurtadan sebagai orang yang disebut
dalam ayat ini:
"... orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi ..." (al-Ma'idah: 33)
Syaikh Islam, Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa usaha melakukan
kerusakan di muka bumi dengan cara menyebarkan kekufuran dan
keraguan terhadap agama Islam adalah lebih berat daripada
melakukan kerusakan dengan cara mengambil harta benda, dan
menumpahkan darah.
Pendapat ini benar, karena sesungguhnya hilangnya identitas
umat, penghancuran aqidahnya adalah lebih berbahaya
dibandingkan kehilangan harta benda dan rumah mereka, serta
terbunuhnya beberapa orang di antara mereka. Oleh sebab itu,
al-Qur'an seringkali menganjurkan kepada orang-orang yang
beriman untuk memerangi kemurtadan orang-orang yang telah
beriman, dan tidak berdiam diri dalam menghadapi keadaan
itu, serta tidak takut mendapatkan celaan ketika melakukan
kebenaran. Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap
orang-orang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela ..." (al-Ma'idah: 54)
Al-Qur'an juga mengancam orang-orang munafiq apabila mereka
menampakkan kekufurannya. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah: 'Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami,
kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan kami
menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan
kepadamu azab yang besar dari sisi-Nya, atau azab dengan
tangan kami. Sebab itu, tunggulah, sesungguhrrya kami
menunggu-nunggu bersama kamu.'" (Surat at-Taubah: 52)
Sesungguhnya mereka akan ditimpa azab dari tangan kaum
Muslimin apabila mereka menampakkan kekufuran yang mereka
sembunyikan. Karena sesungguhnya kaum Muslimin tidak dapat
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kaum Muslimin
hanya akan memperlakukan mereka dengan apa yang tampak dari
lidah dan tubuh mereka.
Banyak hadits shahih yang menyebutkan hukum bunuh bagi
orang-orang yang murtad (keluar dari Islam). Ada riwayat
yang berasal dari Umar, yang menunjukkan bolehnya
memenjarakan orang-orang murtad dan terus menahannya
sehingga dia mau melihat kembali dirinya dan bertobat kepada
Tuhannya. Pandangan ini dianut oleh an-Nakha'i dan
ats-Tsauri.
Begitulah pendapat yang saya pilih sehubungan dengan
kemurtadan secara diam-diam. Adapun kemurtadan yang
ditampakkan dan menganjurkan orang lain untuk melakukan hal
yang sama, maka saya kira Umar bin Khattab, an-Nakhai, dan
at-Tsauri juga tidak akan memberikan toleransi terhadap
pemikiran yang merusak aqidah umat itu, dan mendiamkan
pelakunya bergerak dengan leluasa, walaupun mereka didukung
oleh suatu kekuatan di belakang mereka.
Kita mesti membedakan antara kemurtadan yang ringan dan
kemurtadan yang berat. Kita mesti membedakan orang murtad
yang diam saja dan orang murtad yang menganjurkan orang lain
untuk melakukan hal yang sama; karena sesungguhnya orang
yang disebut terakhir ini termasuk orang yang memerangi
Allah, Rasul-Nya dan berusaha membuat kerusakan di muka
bumi. Para ulama juga telah membedakan antara bid'ah yang
ringan dan bid'ah yang berat, antara orang yang menganjurkan
kepada bid'ah dan orang yang tidak menganjurkannya.
KEKUFURAN ORANG MUNAFIQ
Di antara kekufuran yang termasuk dalam kategori yang berat
dan sangat membahayakan kehidupan Islam dan eksistensinya
ialah kekufuran orang-orang munafiq. Karena orang-orang
munafiq hidup dengan dua wajah di tengah-tengah kaum
Muslimin. Mereka ikut serta mengerjakan shalat, membayar
zakat, mendirikan syiar-syiar Islam, padahal di dalam batin
mereka, mereka hendak menipu orang-orang Islam, membuat
makar terhadap mereka, dan menyokong musuh-musuh mereka.
Oleh karena itu, al-Qur'an menganggap penting untuk
memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri, dan mengungkapkan
tabir kehidupan mereka, serta menjelaskan sifat-sifat dan
perilaku mereka. Sehingga surat al-Taubah dinamakan dengan
al-Fadhihah (sebuah skandal), karena mengikuti pelbagai
golongan mereka dan menguraikan tentang sifat-sifat mereka;
sebagai satu surat khusus yang diturunkan berkenaan dengan
orang-orang munafiq. Di samping itu banyak sekali ayat-ayat
al-Quran yang menjelaskan tentang kehidupan mereka.
Awal surat al-Baqarah berbicara tentang orang-orang yang
bertaqwa sebanyak tiga ayat, tentang orang-orang kafir
sebanyak empat ayat, sedangkan tentang orang-orang munafiq
sebanyak tiga belas ayat.
Oleh karena itu, Allah SWT akan membenamkan orang-orang
munafiq di lapisan neraka paling bawah; sebagaimana
difirmankan oleh Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka. Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan
perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus
ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka
itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah
akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang
besar." (an-Nisa': 145-146)
Pada zaman kita sekarang ini banyak sekali orang-orang
murtad yang tidak mengindahkan wahyu Ilahi, dan tidak
menganggap syariah ini sebagai rujukan yang paling tinggi
dalam mengendalikan pemikiran, perilaku dan berbagai
hubungan yang dijalin antar manusia. Mereka menghina agama
Islam, para dainya, dan penganut agama yang mulia ini.
Mereka adalah orang-orang munafiq, yang hendak membawa nama
Islam, ingin tetap berada di tengah-tengah orang Islam,
padahal mereka lebih jahat daripada orang-orang munafiq pada
zaman Nabi saw. Dahulu, orang-orang munafiq di zaman
Rasulullah saw berangkat pergi shalat dengan malas, dan kini
orang-orang munafiq tidak mau melaksanakannya. Tidak malas
dan juga tidak bersemangat. Dahulu mereka tidak ingat kepada
Allah SWT kecuali sangat sedikit sekali, dan kini mereka
tidak ingat kepada Allah SWT sedikit atau banyak. Dahulu
mereka ikut serta dalam barisan kaum Muslimin memerangi
musuh-musuh mereka, dan kini mereka bersama-sama musuh Islam
memerangi kaum Muslimin. Dahulu mereka tampak bersama-sama
kaum Muslimin di masjid-masjid mereka, dan kini mereka
bersama-sama orang kafir dalam permainan dan kekejian
mereka.
Kalau saja mereka menyatakan kekufuran mereka, maka akan
jelas sikap yang dapat kita ambil, dan kita dapat istirahat,
akan tetapi mereka adalah seperti yang disebutkan Allah SWT:
"Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka
tidak menyadarinya." (al-Baqarah: 9)
------------------------------------------------------------
FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al-Qardhawy
Oleh Dr. Yusuf Qardhawi
0 komentar:
Posting Komentar