Tak perlu kita pertanyakan lagi, nilai kebenaran dari banyak fakta dan pendapat tentang penyakit korup para pejabat negri ini dapat mencapai 100 % benar adanya. Bahkan jika masih ada angka lebih dari 100 sebagai alat pengukur kebenaran itu, maka sunggu dapat saya pastikan angka itu sanggup mencapai lebih. Hal ini saya utarakan karena betapa korupsi itu bukan lagi rahasia di sekitar meja pejabat, namun seluruh pelosok negri pun, mulai dari petani hingga pegawai berdasi, telah sadar dengan penyakit yang dengan kejam menggerogoti kesejahteraan rakyat ini.
Pemerintah (dalam artian pemerintah non koruptor) tidak tinggal diam melihat realita yang sudah terjadi ini, menggencarkan investigasi, evaluasi, hingga membentuk tim ahli. Timbul pertanyaan dalam benak saya, kenapa harus terjadi dahulu, baru bertindak. Paling tidak mereka pastinya lebih tau tentang bahaya penyakit yang satu ini, dengan melihat banyak contoh negara – negara korup lainnya. Iah mereka mendirikan lembaga yang bergerak khusus dalam masalah ini, yang biasa kita kenal dengan KPK. Namun lucunya, malah pimpinan KPK nya sendiri yang terbelit korupsi. Seperti memberi kunci rumah pada pencuri. Lucu, juga menggelikan. Entah dengan kemunculan pimpinan yang baru ini apakah korupsi dapat terobati dengan tuntas atau tidak, kita tunggu saja seperti apa nanti kenyataan dari kemungkinannya.
Ada banyak kasus koupsi yang muncul ke permukaan baru – baru ini. Mulai dari mega century dimana miliyaran uang nasabah masuk ke kantong pribadi. Di perpajakan, Gayus Tambunan membuktikannya dengan menjadi tikus kerdil, menjadikan lahan kerjanya sebagai kedok insting mafianya. Bahkan Al – Qur’an yang sepatutnya menjadi pedoman hidup bagi umat muslim, disalah gunakan dan dijadikan sebagai ladang menumpuk dosa, dengan cara menggelapkan uang penyebaran Al – Qur’an dari Depag. Orang – orang depag yang notabene mempunyai basic lumayan tentang agama, dibanding instansi lain malah memberi contoh yang sangat hina sekali adanya. Dan hal yang paling ironi dan menghawatirkan adalah kasus terhangat korupsi saat ini, yakni instansi kepolisian yang seharusnya menjadi pedang sayatan bagi para korupsi, malah mencoba untuk menghunuskan pedangnya pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak, cairan dana untuk simulasi SIM malah mereka pakai untuk pemuasan perutnya sendiri. Padahal, hal yang patut didedikasikan kepolisian pada rakyat adalah melindungi rakyat dari kesemenang – menangan pejabat yang mencoba mencuri kesejahteraan rakyat. Sungguh hal ini sangat ironi sekali adanya. Hingga wacana publik yang paling menarik sekarang, tentang peperangan antara KPK dan kepolisian korup itu diberi judul “Pertarungan antara cicak dan kadal”. Selain dari kasus kasus hangat itu, kasus korupsi lainnya di negri ini masih banyak terdata, apalagi yang belum terdata, sepertinya lebih banyak lagi.
Sungguh sangat menghawatirkan, dari semua korupsi yang ada, sampai Indonesia ini mendapat peringkat ke-3 negara terkorup di dunia. Entah, mungkin ada yang salah tentang cara memberantas korupsi ini. Jika saja saya ditugaskan oleh bapak presiden untuk ikut serta berpartisipasi dalam hal memberantas korupsi ini, maka saya akan dengan tegas menjawab siap padanya. Ada beberapa hal yang ingin saya terapkan untuk meniadakan para koruptor dari bumi tercinta ini. Tak perlu rumit, kita coba cara di bwah ini terlebih dulu.
1. What (Apa) , apa kira – kira yang membuat para pejabat itu memutuskan untuk menjadi seorang koruptor? Tiada lain adalah karena dunianya yang serba ingin berlebihan atau yang kita kenal dengan istilah sosialita. Sederhana saja, orang – orang seperti ini adalah tipe orang yang dulunya dia terbiasa dengan materi yang berlebihan dan serba dimanjakan sehingga mempunyai sikap yang mendahulukan keperluan pribadinya, dibanding harus memikirkan urusan orang banyak. Partai – partai yang mengusung orang – orang untuk mendapatkan kursi semisal di DPR seyogyanya tidak hanya memberikan kualifikasi tentang nilai kognitifnya saja, tetapi bagaimana dia mempunyai perhatian sosial pada masyarakat yang tidak hanya dibuktikan dalam satu kali moment, tetapi dilihat pula sisi kehidupan yang sebenarnya dengan cara pengawasan. Kemudian partai yang memang mempunyai niat tulus mensejahterakan rakyat seharusnya tidak meminta imbalan pada kader – kadernya setelah mereka mendapat kursi di pemerintahan. Hal semacam itu mendidik kader untuk mencari keuntungan lebih, karena dia beranggapan ada haknya yang diambil oleh partai sehingga mencari ladang lebih untuk melengkapi hak – haknya yang diambil. Partai semestinya mengusung kader yang murni mempunyai idealisme tinggi, bukan tipe orang yang suka dengan kemewahan, pasti ada orang yang seperti itu. sehingga dengan keidealisannya, dia dapat meneguhkan keyakinannya tentang kebaikan dan keburukan. Tentunya ini tidak terlepas dari pengawasan presiden dan para kabinetnya.
2. Semua pengawasan harus dimulai dari yang terkecil dulu, kemudian yang kecil akan membawa kepada hal yang lebih besar. Mulai pengawasan dari kelas teri, terus ke atas hingga sampai pada kelas kakap. Jika saja pengawasan terorganisir dan terarah dengan baik mungkin akan lebih memberi hasil yang baik pula.
3. Tentang hukuman dan ancaman tegas yang harus diberikan pada pejabat korup adalah pengasingan dari dunia luar, bukan hukuman mati, tapi pengasingan seumur hidup, bukan pula di balik jeruji besi panjara. Pengasingan ini lebih tepatnya seperti mereka dibuang ke suatu daerah terpencil, ditinggalkan disana. Biarkan dia hidup dari membuka lahan semisal berkebun dengan diberi modal yang cukup terlebih dulu, tetapi dengan pengawasan pihak yang berwenang juga. Jika ancaman ini dilayangkan pada para pejabat, mungkin mereka akan berpikir lagi ketika hendak melakukan korupsi. Malah jikalau disetujui, hukuman mati untuk para koruptor adalah senjata paling ampuh untuk membasmi mereka
4. KPK mempunyai independensi tersendiri dalam memutuskan suatu perkara, dengan tidak meniadakan arahan – arahan dan pendapat dari pihak berwenang lainnya.
Saya kira, dari keempat cara tersebut, ada kekurangan dan kelebihan yang bisa didapat. Ada kendala juga yang akan dihadapi, namun semua usaha harus dibarengi dengan konsentrasi dan kinerja penuh agar mendapat hasil yang maksimal.